Unifikasi ChinaWilayah China Terbagi Dalam Fraksi-fraksi Sebelum Perang Unifikasi. Sumber: www.chinaandrome.org

Sejarah Dinasti China dan Munculnya Gagasan Unifikasi China

Sejarah mengatakan bahwa China memiliki banyak dinasti dan kejadian-kejadian luar biasa lainnya. China telah melahirkan banyak dinasi mulai dari shang, zhou, qin, han, tang dan masih banyak lagi yang terdapat dalam sejarah. Dinasti-dinasti tersebut meninggalkan bekas yang sampai saat ini tetap bertahan. Sebut saja pemikiran yang termasuk dalam the hundred school of thought seperti Daoisme, Legalisme, dan Konfusianisme. Selain itu, penemuan yang sangat berpengaruh terhadap dunia, yaitu kertas, berasal dari China.

China memiliki dua periode terkenal, yaitu Spring and Autumn Period dan Warring States Period. Kedua hal ini bercikal bakal dari dinasti zhou. Dinasti zhou sendiri terbagi menjadi dua, yaitu zhou barat dan zhou timur. Pada dinasti zhou barat, mereka meninggalkan sebuah sistem yang disebut fengjian dimana bangsawan mampu memiliki kekayaan yang menyaingi raja. Oleh karenanya, pada 711 sebelum masehi, dinasti Zhou barat runtuh dan digantikan oleh Zhou timur.

Meskipun dinasti zhou barat runtuh, sistem fengjian tersebut tetap ada. Hal ini mengakibatkan struggle of power antar bangsawan. Mereka saling mengkonsolidasikan kekuatannya masing-masing dan mencari hegemoni. Monarki menjadi tidak memiliki pengaruh apapun. Periode ini disebut Spring and Autumn Period (770-475 BC). Lambat laun, hasil dari struggle of power dari bangsawan ini melahirkan sebuah periode dimana nantinya ada tujuh negara (Qi, Yan, Chu, Zhao, Han, Wei, dan Qin) yang saling berperang baik untuk mempertahankan kedaulatannya maupun untuk hegemoni. Periode ini disebut Warring States Period (475-221 BC).

Dalam periode ini, ketujuh negara ini berlomba-lomba dalam segi militer untuk mencaplok wilayah satu dan lainnya. Di era ini kemajuan militer sangat pesat dengan ditandai adanya penemuan busur silang. Era ini berlangsung cukup lama, yaitu dari tahun 475-221 sebelum masehi. Pada tahun 221 sebelum masehi ini muncul sebuah dinasti baru yang disebut dengan dinasti Qin. Dinasti ini mampu menyatukan kembali China yang terpecah belah.

Bagaimana dinasti Qin mampu menyatukan China? Awal dari semua ini ialah gagasan dari seorang raja Qin yang ke-31, Zheng. Saat raja Zheng berkuasa di Qin, dia memiliki visi yaitu mengakhiri era perang antar negara yang telah berlangsung lama. Caranya ialah dengan menyatukan kembali China dibawah satu bendera. Banyak perdebatan yang terjadi karena untuk mencapai hal tersebut akan menimbulkan pertumpahan darah yang banyak, perbedaan budaya antara satu negara dan lainnya, perbedaan sistem pemerintahan. Akan tetapi, sadar akan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Zheng tetap ingin merealisasikan visinya tersebut. Pada akhirnya, visinya terealisasi pada tahun 221 sebelum masehi. Dia berhasil menyatukan China dibawah bendera Qin dan membuat suatu sistem yang dimana hukum merupakan yang tertinggi dalam pemerintahannya. Walaupun dinasti ini berjalan singkat (221-206 BC), tetapi meninggalkan banyak temuan menarik dan salah satunya pembangunan tembok besar China.

Prinsip Realisme Morghentau

Salah satu paradigma besar dalam hubungan Internasional, yaitu Realisme, menjabarkan secara jelas prinsip dan gagasannya dalam berbagai hal termasuk politik. Dalam mengenal Realisme tentunya kita mengenal Hans J Morghentau. Beliau adalah salah satu pemikir Realisme dan terkenal karena enam prinsipnya yang dituang dalam bukunya : Politics Among Nation. Enam prinsip tersebut jika disebutkan adalah sebagai berikut :

  1. Politics is governed by objective laws, inherited in human nature
  2. Politics is all about power. I.e., centrality of power
  3. Concept of interest defined as power is universally valid concept
  4. Political realism is aware of the moral significance of political action
  5. Political realism refuses to identify the moral aspirations of a particular nation with the moral principles that govern the universe.
  6. Policy must come out of political analysis: an analysis of power

Enam prinsip ini saling terhubung satu sama lain, setidaknya beberapa diantaranya memiliki korelasi yang kuat. Prinsip pertama menekankan pada penilaian manusia terhadap lingkungan atau dunia yang ditinggali. Pengamatannya terhadap fenomena-fenomena yang terjadi baik melalui buku ataupun menjadi saksi mata, membentuk penilaiannya sehingga menghasilkan visi ataupun gagasan. Prinsip kedua dan ketiga penulis kira sambung-menyambung.

Dalam politik, yang memiliki power yang kuat akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dibanding yang tidak. Ketika seseorang memiliki power yang kuat, dia dapat merealisasikan kepentingannya. Hal itu sudah lumrah terjadi bahkan konsep power sendiri telah diakui sebagai konsep universal yang valid. Perumpamaannya, bagaimana seseorang bisa mengubah lingkungannya jika dia tidak memiliki power yang kuat. Seseorang tidak bisa menjadi presiden jika tidak memiliki dukungan yang kuat dari partai politik.

Prinsip keempat dan kelima penulis kira sambung-menyambung juga. Setiap decision-maker menyadari bagaimana peran nilai moral terhadap pembuatan kebijakannya. Namun, bukan berarti setiap kebijakan harus mengandung semua nilai moral. Harus ada penyesuaian agar kebijakannya tersebut tepat sasaran. Dasar pembuatan kebijakannya tersebut berasal dari visinya, kepentingannya terkait dengan keadaan Negaranya dan ideologinya. Mereka tidak bisa dipengaruhi dari pengaruh yang berasal dari eksternal, seperti ideology lain yang bersebrangan dengannya. Hal itu akan membuat visinya menjadi terganggu dan terdistrosi akibat pengaruh luar yang masuk.

Prinsip terakhir adalah penggabungan dari kelima prinsip sebelumnya. Dalam membuat suatu kebijakan, seringkali bahkan selalu seseorang akan menganalisis bagaimana tingkat kekuatannya, pengaruhnya, apakah visi yang dibawa sesuai, kondisi domestik, dan lainnya. Hal itu akan mempengaruhi bagaimana kebijakan atau tindakan yang lain karena hasil dari analisis tersebut adalah keseluruhan power yang dimiliki.

Hubungan Antara Gagasan Unifikasi China dan Pemikiran Realisme Morghentau

Lalu, apa hubungannya dengan sejarah unifikasi China oleh raja Qin, yaitu zheng dengan prinsip politik realism yang dibawa oleh Morghentau? Penulis akan bilang bahwa gagasan unifikasi yang dibawa oleh Zheng adalah penerapan pemikiran politik realism Morghentau. Ada beberapa hal yang dapat membuktikan pendapat penulis.

Pertama, gagasan unifikasi China yang dibawa oleh Zheng dapat direalisasikan ketika ia telah menjadi raja yang sah. Dalam politik China, raja merupakan posisi politik yang tertinggi. Hal ini berkaitan juga dengan gagasan “Mandat dari Surga” dimana Raja berkuasa merupakan kehendak dari surga itu sendiri. Kehendak surga terbukti dicabut jika negara menderita beberapa hal berikut, seperti kelaparan, banjir, kekeringan, instabilitas politik dan lain-lain. Sehingga dengan posisinya tersebut, dia bisa menerapkan visi yang telah dibangunnya.

Gagasan tentang unifikasi China tersebut memang membawa banyak pro dan kontra dimana dalam mencapai hal tersebut, akan menempuh jalan yang tragis dimana akan banyak pertumpahan darah. Zheng sadar akan hal itu. Namun, untuk menghentikan dan memutus rantai peperangan yang telah terjadi ratusan tahun, harus ada yang dikorbankan untuk mencapai masa depan yang lebih baik, meskipun jalan yang ditempuh akan sangat gelap dan kelam. Tapi, itulah resiko yang harus diambil.

Keberhasilannya dalam unifikasi China juga dipengaruhi oleh power yang Qin miliki mulai dari militer sampai sumber daya ekonominya. Saat dinasti Qin berlangsung, hanya ada satu paham utama, yaitu legalisme. Pemikiran lain seperti konfusianisme berusaha untuk dihilangkan karena dia tidak ingin ada pemikiran lain yang bersebrangan dengan gagasannya.

Penutup

Kesimpulannya adalah bahwa pemikiran yang dibawa oleh Morghentau sebenarnya sudah banyak yang terjadi di masa lalu bahkan ketika zaman masih belum secanggih sekarang. Masih banyak lagi kejadian-kejadian lain di masa lalu yang secara tidak langsung telah menerapkan konsep pemikiran yang diusung Morghentau ini. Mengutip perkataan Soekarno “JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah)”. Penulis sangat menyetujui hal itu dan tentunya banyak pelajaran yang bisa diambil dari masa lalu.

 

Daftar Pustaka

https://www.chinaeducenter.com/en/whychina/zhou.php

https://courses.lumenlearning.com/boundless-worldhistory/chapter/the-zhou-dynasty/

Hans J. Morgenthou, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace, Seventh Edition, Revised.

 

 

Penulis

Rizky Ridho Pratomo (Research and Development Division)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *