Rivalitas AS-ChinaRivalitas AS-China Source: Credit to original owner

 

Berakhirnya Perang Dingin ditandai dengan munculnya Amerika Serikat sebagai tokoh tunggal dalam kekuatan dunia. Menyandang sebagai satu-satunya negara adidaya, AS menjadi sangat tidak tertandingi di bidang apapun, bahkan AS merasa tidak ada ancaman yang berani datang ke negaranya dengan segala power yang mereka miliki. AS menggerakan politik luar negeri nya hingga ribuan bahkan puluhan ribu mil dari teritorialnya. Sehingga, AS bisamempertahankan kekuatan pengaruhnya dan mendukung operasional militer serta perekonomiannya di kawasan dimana  kebijakan diterapkan.

Asia Pasifik merupakan suatu kawasan yang mempertemukan kekuatan besar dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang, Rusia, dan bahkan new emerging superpower China. Asia Pasifik diposisikan sebagai tempat berkumpulnya dari intweraksi negara-negara tersebut maupun dengan negara-negara lain yang berada dikawasan tersebut baik secara bilateral, maupun multilateral. Oleh karena itu, semua negara di Asia asifik berupaya untuk menciptakan sebuah arsitektur keamanan yang dinamis dan stabil untuk menjamin kepentingan nasional mereka di kawasan tersebut. Sementara pada abad 21 terjadi perubahan dalam arsitektur keamanan di Asia Pasifik terkait dengan peningkatan kapabilitas ekonomi dan militer China berdasarkan kebijakan modernisasi China yang dilakukan dibawah pemerintahan Xi Jinping, sedangkan AS tengah menghadapi pemangkasan anggaran pertahanan. Dengan kondisi tersebut perkembangan kekuatan nasional China dipersepsikan sebagai ancaman bagi AS di wilayah Pasifik. Segala pembangunan yang dilakukan China baik dibidang ekonomi maupun militer dan teknologi disebut-sebut sebagai upaya China untuk mencapai hegemoninya dikawasan Pasifik. Bahkan sering terdengan pula hal tersebut dilakukan China demi mengubah dirinya menjadi negara adidaya layaknya status yang didapat AS pasca perang dingin.

Salah satu rivalitas antara AS dengan China adalah dalam bidang ekonomi mereka. Pada tahun 2010 dilakukan negosiasi antara AS dengan negara Brunei, Chili, Selandia Baru, dan Singapura, dimana negara-negara tersebut sebelumnya telah membentuk Trans Pacific Strategic Economic Partnership (TPSEP). Negosiasi antara AS dengan negara-negara TPSEP juga mengikutsertakan Australia, Peru, Vietnam, Malaysia untuk merumuskan Trans Pacific Partnership (TPP) yang mana TPP ini merupakan perluasan dari TPSEP. Terbentuklah TPP yang merupakan sebuah blok perdagangan bebas beranggotakan dua belas negara AS, Kanada, Australia, Jepang, Singapura, Brunei dan Vietnam. Kemudian masuk beberapa negara-negara Asia Pasifik masuk sebagai latecomers dengan syarat tidak mengubah kesepakatan yang sudah disepakati oleh sembilan negara anggota asli TPP.

Kerjasama TPP ini merupakan traktat untuk membendung  ekspansi perdagangan China. Traktat ini merepresentasikan 40% PDB dunia karena negara-negara ysng tergabung didalamnya memiliki dominasi Pendapatan Domestik Bruto global. Amerika Serikat khususnya memiliki PDB sebesar US$ 17,41 triliun atau 16,3 persen terhadap perekonomian global pada akhir 2014. Ditambah dengan negara Jepang, Kanada, Australia, Meksiko, Malaysia, Singapura, Chili, Peru, Selandia Baru, Vietnam dan Brunei. AS membentuk TPP ini untuk memberikan intensif kekuatan baru bagi AS dalam meredam perekonomian China melalui aturan-aturan yang ketat. Karena tidak bisa dipungkiri juga, AS juga merasakan kemajuan perekonomian China yang sangat pesat dalam tiga dekade terakhir ini. Maka dari itu, AS membentuk TPP ini sebagai strategi nya melawan China. Tanpa disadari AS yang membawa nama ‘Pasifik’ dalam kerjasama ekonominya namun tidak mengundang China kedalamnya memancing persaingan yang lebih ketat lagi antara AS dengan China. Upaya yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap kawasan ini adalah sebagai bentuk prioritas politik luar negerinya yang sejalan dengan kebijakan masa pemerintahan Presiden Obama, yakni “Pivot to Asia”. Strategi yang dikenal juga dengan rebalancing yang dikeluarkan oleh Obama ini adalah usaha AS untuk mengembangkan kerjasama ekonominya di Asia-Pasifik.

Sementara itu, China juga tidak kalah bergabung dalam kerjasama ekonomi dikawasan Asia Pasifik yaitu RCEP yang merupakan perjanjian kerjasama regional atau RTA yang dicetuskan oleh ASEAN. Tujuan utama dari RCEP yakni menciptakan suatu sinergi baru dari sepuluh negara anggota ASEAN yang digabung dengan kerjasama mitra RCEP yang sudah melakukan hubungan ekonomi dengan ASEAN. RCEP diekspektasikan mampu memperluas anggota partisipasi serta meminimalkan biaya transaksi untuk bisnis dan segala bentuk inefisiensi yang diciptakan oleh perjanjian perdagangan ASEAN sebelumnya. RCEP kini beranggotakan 16 negara, di antaranya sepuluh anggota ASEAN bersama Australia, Selandia Baru, India, RRC, Korea Selatan, dan Jepang. RCEP memiliki agenda-agenda yang berupa negosiasi perdagangan barang dan jasa, investasi, kerjasama ekonomi dan teknis, penyelesaian sengketa, dan lain-lain. Adapun manfaat RCEP, yakni dapat membantu meregionalisasi rantai penyedia fasilitas untuk perdagangan global sehingga membuat Asia sebagai pabrik dunia, mempromosikan arus investasi yang lebih mudah serta transfer teknologi, mengurangi tumpang tindih antara FTA di Asia Pasifik, membantu mengurangi sentimen proteksionis dalam ekonomi global, serta mengurangi hambatan perdagangan dan akan membuat impor pangan dan barang konsumsi yang lebih murah juga bermanfaat bagi rumah tangga yang berpendapatan rendah.

TPP maupun RCEP adalah suatu bentuk dari konsep regionalisme ekonomi yang  merupakan jenis “regionalisme baru” dimana mengedepankan aspek ekonomi dan dilaksanakan bersama lebih dari satu kawasan yang sama, dimana masing-masing kebijakan termasuk bentuk dari Preferential Trade Agreement (PTA) atau lebih dikenal Regional Trade Agreement (RTA) yang memberlakukan peraturan khusus untuk negara–negara anggota saja dan tidak memberlakukannya dengan negara – negara di luar anggotanya. Melihat   keterkaitan kepentingan AS maupun China dalam regionalisme ekonomi, keduanya melaksanakan kerjasama dengan alasan sebagai upaya persaingan kekuasaan serta untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Hal itu sejalan dengan perspektif dalam konsep regionalisme ekonomi bahwa organisasi regional dilihat dari kacamata politis sebagai upaya untuk membentuk aliansi bersama untuk merespon tantangan eksternal, seperti ancaman yang mempengaruhi kekuasaan. Hegemoni menjadi penting dalam upaya mewujudkan kepentingan nasional. Maka, bergabungnya negara superpower dalam kerjasama ekonomi kawasan atau regionalism, disebabkan karena ada pertimbangan selain ekonomi, yakni power negara mereka masing-masing  Kedua bentuk regionalisme ekonomi baik TPP maupun RCEP ini adalah sebagai instrumen politik luar negeri masing-masing negara.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *